Minggu, 15 Mei 2011

Sang Penjaga (4)


Seperti yang kuduga, aku tidak lulus…malah  lebih parah lagi, aku dikeluarkan. Sebenarnya aku masih ingin sekolah, tapi kalau dipikir-pikir buat apa, dosenku kan cuman  pundung  mukanya kutendang..kalau bukan karena itu aku pasti akan diluluskan, teman-teman seangkatan juga semuanya berpikiran yang sama. Baju buatanku juga semakin laku saja, dari situs internet, jadi ruko, dan  sekarang  jadi toko mandiri . Kami beri nama toko dan merek bajunya “Agnessa”, yang berarti suci dalam bahasa Rusia. Nama merek kita ini juga merupakan nama putri Nana, nama panggilannya Nessa.

5 tahun setelah itu, toko merek kita semakin terkenal  menurut majalah, merek kami ‘merek lokal terpopuler di Indonesia’. Karena ketenaran merek kita itulah, aku dan Nana sering mengadakan fashion show, karena dia juga sudah melahirkan, akhirnya Nana bisa ikut menata acaranya dan kami sering naik ke panggung  bareng, sambil bergandengan, menundukkan kepala dan berterimakasih. Itu sudah menjadi ciri khas kita berdua.   Aku dan Nana, beserta Nessa masih tinggal serumah, tapi bukan di rumah ortuku lagi, melainkan di apartemen cukup luas di Jakarta. Di situ terdapat 3 kamar tidur, 2 kamar mandi utama, dan 1 kamar mandi tamu, ruang tv-sekaligus ruang tamu, ruang makan, dan dapur. Jarang diisi juga sih, biasanya kalau ada tugas di luar kota terpaksa Nessa juga ikut-makanya untuk sementara ia homeschool, setidaknya sampai masuk SD.

“Mamah, ini makanannya udah habis belum?sini Nana cuci”ucap Nessa, seraya pelan-pelan mengangkat piring kotor ibunya itu.
“Eh!? Nessa jangan entar pecah!”
“Sudahlah…”potongku, muncul tiba-tiba, baru pulang mengurus masalah kerja.
“Diam-diam aku ajarin Nessa cara nyuci piring loh, sekarang dia lebih jago dari aku”
“emang kamu bisa nyuci piring?”sindirnya, sambil terus mengamati Nessa..tapi sepertinya dia mulai tenang kembali melihat betapa jagonya  Nessa itu. Dia menghela napas.
“Kurasa Nessa bakal jadi ibu rumah tangga yang baik”candanya, bangga. Aku mengiyakan opininya “semoga aku dapat jadi Ibu rumah tangga yang baik juga, demi Randi”ucapku, mengkhayal.
“oh ya-ya, hari ini anniv ya?ada acara spesial gak?”, ia bertanya sambil terus menjahit gaun desain baruku
“Dia mengajakku  makan  malam di Stone Tarralis.”
“Stone Tarralis!? Wow, restoran itu mahal loh…enak  yah  yang punya pacar”ucapnya jelas cemburu.
Aku tertawa”ya, tapi kau kan punya Nessa…lagipula aku juga sedikit khawatir sama hubunganku dengan Randi…bukannya apa-apa Cuma yah, udah 5 tahun gitu, masa gak yah….”
“melamar?”-akhirnya Nana bertanya juga, aku malu menanyakannya. Aku mengangguk.
“ya sabar, kamu juga baru 24 tahun”
“tapi dia 28, masa gak mikirin nikah sih!”. Nana hanya tertawa seolah omonganku tidak serius.
“Sudahlah,  beri dia waktu dikit lagi, entar juga pasti ngajak nikah kok! dia kalau gak mau nikah, ngapain bersabar denganmu? Udah entar makin stress saja, entar lagi kita ada fashion  show di Hong Kong kan?gak nyangka ya merek pakaian kita bakal setenar ini.” Ucapnya jelas semangat. “Ya,aku  juga kaget”
Nessa menyerangku dari belakangku, memeluk kakiku. “Teh Milla, main yuk!”dia menarik kakiku
“Aduh!  Nessa udah kuat ya, umm setelah aku bantu mamahmu baru kita main yah!”

“Gak mau, maunya sekarang”ucapnya manja, anak kecil emang anak kecil. “main aja Mill, entar lagi aku juga selesai kok”ucap Nana masih fokus menjahit. Aku tersenyum  kemudian menoleh ke arah  Nessa dan mengangkatnya dari lantai, ia tertawa riang. Sifat Nessa persis seperti ibunya, aktif, ramah, dan berani maju, namun penampilan fisiknya lebih cenderung mirip ke Tio (ayahnya)…kadang penampilan Nessa ini, membuat Nana sedih tapi dia tak pernah  terang-terang mengucapkannya, mungkin dia sudah menganggap perasaan itu wajar-wajar saja.

Aku  pun menemani Nessa bermain boneka, sekalian agar aku tak terus melihat jam, memikirkan Randi…3 jam lagi harus siap-siap. Ya, tiap menit terasa seperti satu abad, namun tiba-tiba Nana selesai menjahit dan dia bergabung bermain, -memeriahkan suasana. Sehingga, waktu mulai kembali cepat. Sejak ada Nessa, hidup aku dan Nana seolah selalu mencerah, bisnis kita-jelas meroket, dan  rasa capek seolah tak pernah muncul, hubungan aku dan  keluargaku juga mendekat….(mereka memperlakukannya seperti cucu mereka saja hihi). Beneran, deh Nessa itu..anak ajaib.

Malam pun tiba.
Seperti biasa,  Nessa sudah tidur lelap di kamarnya, dia tipe orang  yang cepat tidur. Sementar, Nana membantuku memilih baju. Entah berapa kali aku keluar masuk kamar, ganti pakaian dan sepatu. Namun akhirnya, perjuangannya tidak sia-sia kami akhirnya menemukan baju cocok, baju  hitam selutut dilengkapi dengan bolero tembus pandang dengan corak kupu-kupu. “bagaimana?”tanyaku, memastikan sambil berputar pelan-pelan agar Nana dapat menilai semua aspek yang ada. “Sempurna!”ucapnya lega. Bel pun berbunyi, Sesuai dugaan Randilah yang mengebel. Ia memakai jas biru tua yang serasi dengan sepatu kulit dan juga dasi birunya. “Pangeranmu datang”ejek Nana, mempersilahkan aku keluar. “Kau terlihat cantik”puji Randi, mengelus pipiku dengan lembut. Aku tersipu.

“umm, Nan aku pergi dulu ya, maaf ninggalin kamu lagi”
“ah gak apa-apa kok, lagipula aku juga sebenarnya masih punya satu gaun lagi yang harus kujahit..kenapa desain kamu banyak banget sih?kenapa gak nyuruh pegawai untuk ngejahit?”keluhnya, mungkin capek.
“Ya, kan aku juga udah bantu  setengahnya! Pegawai kan hanya menjahit baju yang dijual ke masyarakat umum bukan fashion show gimana sih!?”tak sadar, kami mulai berargumen seperti anak kecil. Randi melerai kita berdua “sudah-sudah, 5 tahun  kalian gak berubah juga…Na duluan ya, Milla sayang, ayo”
Dengan begitu kita berpamitan, menikmati malam  masing-masing.

Sesuai dengan gambaran  Randi, Stone Tarallis itu penuh dengan bule dan orang china. Tak berlebihan kalau aku bilang hanya aku dan Randi yang merupakan orang Indonesia di sana. Tapi makanannya enak aku  memesan pasta sementara Randi memesan steak, aku serahkan pilihan minumannya ke Randi.
“restoran ini benar-benar indah”ucapku sambil mengamati lampu chandelier yang terpasang di langit-langit, beserta ukiran di dinding, pilar-pilar menjulang, dan lukisan yang indah pula-semua dibingkai frame emas.
“Aku ingin kencan kali ini spesial, 5 tahun itu cukup lama loh”ucap Randi sambil mengelap saus BBQ yang menempel di bibirnya. Aku senang, tapi sekaligus khawatir “5 tahun yah..”pikirku.
“Randi…”aku sudah ingin nanya apakah pacarku ini niat serius atau tidak tapi…
“apa?”tanyanya terlihat bingung. Aku tak berani melanjutkan, takut ia malah merasa harus melamarku secepat mungkin….kutunggu sampai dia siap saja.

“Bukan apa-apa kok”
Mendadak, aku  menerima sms dari Nana isinya “aku pergi ke toko bahan dulu , nama kain yang untuk gaun putih berlipat itu apa?”
Aku membalasnya, lalu kembali mengalih perhatian ke Randi. Randi tersenyum, kemudian  menarik dan menggenggam tangan  kananku.
“aku sangat senang kau berada di sini sekarang”
Aku tersenyum, ia mengecup punggung  tanganku. “omong-mong aku ada…”
Deringan telepon memotong pembicaraan. “Maaf”ucapku, ia terlihat sedikit terganggu. Yang menelpon merupakan nomor tak dikenal, takut yang menelpon adalah klien aku mengangkatnya. “halo?”tanyaku penasaran. “Mbak ini…”
Randi terus menunggu aku selesai, sementara aku-mendapat berita besar. “udah selesai ngomongnya?”tanya Randi, senyum mulai kembali tersungging di wajahnya. Aku diam, masih sedikit tidak percaya. “a…aku harus pergi!”
“apa!?”ucap Randi kaget. Aku berdiri, semua orang  menoleh ke arahku. “Tadi yang menelpon itu satpam, katanya Nana hampir nabrak tiang dan pingsan di dalam mobil”aku bicara dengan begitu cepat, Randi pasti tak mengerti satupun kata yang keluar dari mulutku.
“Tunggu jadi sekarang…”
“Sekarang, aku akan ke sana, kau bisa mengantarku?”
Randi terlihat terkejut “Tapi kita juga makannya belum selesai, dessertnya kan udah keburu di pesan, setidaknya tunggu sampai dessertnya datang”dia meminta dengan baik.

“Tidak!buat apa juga, sudahlah  kalau gak mau nganterin aku aja naik taksi”
Aku mengeluarkan  uang dari tasku. “Nih, aku ganti rugi”ucapku dengan  tegas. Randi hanya terus melototiku-jelas tidak senang.
“Masuk mobil duluan aku bayar dulu”
Aku menarik uangku dan mengucapkan terimakasih. Kutunggu di mobilnya, untuk waktu yang cukup lama. Saat ia akhirnya masuk mobil mukanya terlihat makin jengkel saja. Suasana tegang menyelimuti kita. Aku sudah meminta maaf, tapi ia tetap tak bergeming. Aku merasa tidak enak, apalagi ini anniv…tapi aku juga khawatir mau gimana lagi.

Sesampainya di rumah sakit suster langsung membimbing kita ke kamar pasien. Dimana Nana sedang berbaring dengan tenang. “Nana”sapaku, aku memeluknya. “hei aku jadi gak enak merusak kencan kalian”ucapnya segan-segan. “ah gak apa-apa kok”aku berbalik, mata tertuju  pada Randi yang masih terlihat kesal dan sedang mengerutu.  Aku sedikit memurung, aku kembali menoleh ke Nana “tadi kamu kenapa?”
“ah gak cuman tidur kecapaian di tepi jalan, mobilnya udah diparkir kok satpam  aja yang lebay.”ucapnya, gerak-geriknya menjadi sedikit canggung. Aku langsung tau bahwa yang dikatakannya itu bohong, tapi mikir-mikir buat apa bohong juga?

“Oh..jadi kita capek-capek ngebut ke sini, bayar mahal makanan yang belum semuanya diterima, buat apa?cuman biar tau kalau  kamu tidur di tepi jalan!?bagus banget”Tib-tiba Randi meledak.
“Randi‼jaga omonganmu!”bentakku. “buat apa!?masa kamu  ngedukung dia, hari ini anniv 5 tahun kita tau!?”
“Yah besok kan kita juga bisa lanjutinkencan kita di tempat lain kan?”

“Besok!?di tempat lain? sudahlah aku tak percaya semua ini!”dia keluar, membanting pintu keras.
Aku izin ke Nana dan mengejarnya. Di luar ia menendang-nendang dinding dan menginjak-injak kursi. “Kamu Kenapa sih!?udah dong!”aku berusaha menenangkannya.
“Kenapa!?kenapa!?aku menyetir jauh-jauh ke sini buat apa!?”ia menjawab dengan histeris.
“Cuman gara-gara teman kamu kecapaian‼dan kamu tak keberatan dengan itu”
“Ya, itu kan karena aku khawatir lagipula menurutku dia bohong kalau ia cuma kecapaian”
“Oh ya!?buat apa juga dia bohong!?hah!?”dia membentakku.
“Ya aku gak tau, mungkin ia takut kita malah  ngerawat dia semalaman mungkin atau..”
“Kita!?kita!?”dia mencela lagi dia menindih tubuhku di atas dinding.
“Yang ada cuman kamu..kamu terlalu menyayanginya! Saat dia melahirkan juga kau malah membentakku tanpa alasan, aku tahu kau sering bilang dia mengubahmu  menjadi orang yang lebih baik tapi…”
“tapi apa?”tanyaku ketakutan, dia meremas lenganku dengan begitu keras.
Dia mulai melepaskanku dan mundur beberapa langkah “tapi jujur bila kau harus memilih antara aku atau dia siapa yang kau  pilih?”

“Kamu…”jawabku  tanpa ragu.
“kenapa ?“ia bertanya lagi.
“Karena…kalau aku kehilangan kamu rasanya tidak ada yang bisa menggantikanmu tapi kalau Nana…rasanya tidak begitu”
“jadi maksudmu kalau kamu kehilangan Nana juga pasti dia kembali, dan aku tidak!? Jadi aku tidak setia gitu!?”.

“Bukan gitu, kenapa kamu jadi gak logis gini sih!?”aku mulai kesal.
“Dessert‼ dessert padahal tinggal makan dessert aja baru kita bisa ke sini!”dia mulai merantau gak jelas.
“Dari tadi dessert terus emang apa yang spesial sih!?emang kau segitu pelit gak mau ruginya apa!?”aku membentaknya. Dia diam, menyapu rambut yang mulai menghalangi pandangannya. “tangan”-ia memintaku mengulurkan tangan kananku. Dia mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, tak bisa kulihat karena dia terus menutupinya dalam genggamannya. Ia menaruh benda tersebut di atas telapak  tanganku , lalu mengangkat tangannya sendiri sehingga aku bisa melihat jelas benda tersebut.

Cincin perak mungil, dengan sebuah permata berkilauan yang besar. Kuamati lebih baik lagi, di dalamnya terukir nama aku dan Randi….aku terus terpana, aku memasang cincin itu di jari manis kananku.

“Pas..”gumamku, setetes air mata tiba-tiba keluar dari mata kiriku. Randi terus mengindar kontak mata denganku. “tadinya..aku mau melamarmu, aku sampai suruh pelayannya untuk taruh cincinnya di piring dessertmu dengan mawar merah pula, biar berkesan lebih romantis”dia mulai tersenyum  pilu.
“mungkin seharusnya kutaruh di dasar gelasmu saja ya?”

Air mata kembali jatuh. “Randi ini…kita bisa…”
“tidak, aku udah tau apa yang kau minta dan tidak..maaf, aku tak bisa terus begini denganmu, aku butuh istri yang peduli dan sayang ke aku, bukan ke sahabatnya….”
Aku terdiam, berusaha melawan air mata yang sepertinya tak kunjung henti keluar.
Ia mengelus rambutku,  “lagipula kau masih sibuk dengan pekerjaanmu…dan kau masih muda, aku yakin ada lelaki yang lebih pantas untukmu “

“tapi aku ingin kamu..”bisikku pelan-pelan. Ia memegang jari manisku, “simpan baik-baik…anggap saja ini kado perpisahan dariku.” Dia mengecup dahiku, lalu ia pergi menjauh…dan  aku tau, itulah terakhir kalinya aku  melihatnya.
Butuh beberapa menit agar aku bisa masuk ke kamar Nana, aku tak ingin dia melihatku ‘lemah’ seperti ini. Kubasuh muka, dan paksakan sebuah senyuman manis. Saat memasuki ruangan, Nana sepertinya tidak menyangka ada yang salah. Aku duduk di sofa.

“Semuanya baik-baik saja?”tanyanya.
“…kenapa kau bohong tentang kondisimu, kau bukan cuma kecapaian kan?”aku tanya balik.
 Nana terdiam namun akhirnya ia menjawab juga “Aku tadi kena serangan jantung,  aku juga tadi tidak sempat menepi dan  memarkir mobil, aku nabrak trotoar makanya bisa berhenti, aku tak ingin membuatmu khawatir dan merusak kembali kencanmu makanya aku bohong maaf.”
Aku duduk di samping ranjangnya. “yah..makasih udah mikirin kita, tapi  kau sudah tak harus khawatir bakal merusak kencanku lagi…Randi minta putus…jadi yah..”

Nana langsung beranjak dari kasurnya, namun aku menyuruhnya berbaring kembali.
“Kenapa?maksudku…kau benar-benar mencintainya”tanyanya heran.
Aku menaruh cincin pemberian Randi di atas punggung tangan Nana. Mata Nana melebar, dia melihatku dengan ekspresi simpatetik.
“Aku mencintainya, tapi dia tidak merasa begitu…dia tadi mau ngelamarku pas dessert tapi..”
“Mill‼maaf aku-”Nana mulai histeris. Aku berusaha mengeluarkan senyuman untuk menenangkannya.
“Kalau kita emang  jodoh seharusnya dia tetap mau melamarku sekarang, bukan salahmu  kok, tidak apa-apa semua baik-baik saja”aku berjalan menuju pintu.
“aku akan bawa Nessa ke sini, pasti dia kaget kalau besok kau tidak di ru-“
“Mill..”ia mencela, mata kita bertemu. “Apa kau yakin..kau baik-baik saja..?”
Pandanganku memburam, airmata menggumpal.

“Tidak…”
……malam itu,
Aku menangis semalaman di pelukannya.
**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar